Kajati Kepri J. Devy Sudarso melaksanakan ekspose permohonan penghentian penuntutan yang digelar secara virtual bersama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, pada Senin (29/9/2025) foto: Penkum Kejati Kepri
Tanjungpinang, Hbabe.id – Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) melaksanakan ekspose permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif terhadap perkara penganiayaan di Kabupaten Karimun di hadapan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI Prof. Dr. Asep Nana Mulyana yang dilaksanakan melalui sarana virtual, Senin (29/09/2025).
Ekspose tersebut dipimpin Kepala Kejati Kepri J. Devy Sudarso didampingi Wakajati Kepri, para Kasi pada Bidang Pidum Kejati Kepri, serta diikuti oleh Kajari Karimun Dr. Denny Wicaksono, Kasi Pidum dan Jajaran Pidum Kejari Karimun
Perkara penganiayaan yang diselesaikan secara RJ ini menjerat Tersangka atas nama Judin Manik Als Manik yang melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Karimun.
Kasus bermula pada 26 November 2024 saat tersangka terlibat perdebatan mengenai Pemilihan Kepala Daerah di sebuah warung kopi di Karimun hingga berujung penganiayaan terhadap korban Jonson Manurung.
Berdasarkan hasil visum RSUD Muhammad Sani, korban mengalami luka lecet pada leher, dada, perut dan punggung serta luka robek pada pipi akibat kekerasan benda tumpul.
“Setelah melalui proses mediasi, perkara ini disetujui untuk dihentikan penuntutannya oleh Jampidum Kejagung RI,” jelas Kajati Kepri J Devy Sudarso melalui Kasi Penkum, Yusnar Yusuf.
Dijelaskan, Keputusan diambil karena telah memenuhi syarat sesuai Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Jampidum Nomor 01/E/EJP/02/2022, di antaranya:
1. Telah ada kesepakatan perdamaian antara korban dengan Tersangka;
2. Tersangka belum pernah dihukum;
3. Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana;
4. Ancaman pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun;
5. Tidak ada kerugian secara materil yang dialami oleh Korban;
6. Tersangka mengakui kesalahan dan melakukan permintaan maaf kepada korban, kemudian korban telah memaafkan perbuatan tersangka;
7. Pertimbangan Sosiologis, masyarakat merespon positif Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, demi keharmonisan warga setempat.
“Dengan keputusan ini, Kajari Karimun akan segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif,” jelasnya.
Kasi Penkum, menambahkan penerapan Restorative Justice bertujuan memulihkan hubungan antara pelaku dan korban, menciptakan keharmonisan sosial, serta menghadirkan rasa keadilan di masyarakat.
Menurutnya, perlu juga untuk digaris bawahi keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi perbuatan pidana.
“Semoga melalui kebijakan Restorative Justice ini, tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan,” pungkasnya. (*/)
Views: 324